Berikut ini adalah kisan inspiratif yang disampaikan oleh Drs. H. Amri Siregar, M.Ag pada Khutbah Idul Adha di Pendopoan Griya Bumi Serasan Sekate Kab. Musi Banyuasin, Kamis 24 September 2015, semoga bermanfaat:
Yang pertama
adalah: KISAH
(NYATA) DIBALIK RASYAD FOUNDATION KUWAIT.
ANAK kecil ini hebat, namanya Rasyad asal
Kuwait, usia 7 tahun, putera tunggal milyuner Kuwait. Saat itu ia terbaring di
rumah sakit, 23 hari diopname tanpa ditemani Abi-Uminya yang kebetulan sibuk dengan pekerjaannya.
Hari ke-23, Abi-Uminya datang menjenguk dan meminta maaf karena
tidak sempat mendampinginya. Abi-Uminya menghiburnya
sambil berkata, " Abi-Umi sibuk untuk mempersiapkan masa depanmu
sayang."
Abi-Uminya menunjukkan
foto-foto proyek dan rumah yang tengah dibangunnya untuk dirinya kelak, disamping
rumah yang tengah di tempatinya sekarang.
Anak ini tersenyum dan bertanya, "Siapa
yang bisa menjamin hari esok saya masih hidup, Abi-Umi ku..? Siapa yang menjamin semua yang Abi-Umi miliki saat ini adalah untukku..?
Dan apa manfaat semua yang Abi-Umi miliki
tapi tak ditempati..?"
Anak yang baru sekolah di kelas Madrasah
lbtida'iyah ini pun akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan
senyuman yang betul-betul "memukul" hati orang tuanya.
Hari-hari berlalu dengan evaluasi kehidupan
pasangan ini. Sayangnya, evaluasi yang dilakukan bukan didasarkan pada
kedewasaan pikir dan ke-matangan emosi.
Pertengkaran sering terjadi, dan semakin memuncak, si suami menjatuhkan talak satu kepada isterinya. Lalu si istri
menjerit dan membanting semua yang ada di sekitarnya, termasuk foto keluarga
yang ada di sampingnya.
Foto itu adalah foto dirinya, suaminya dan
anaknya yang sedang tersenyum di suatu taman yang pernah mereka kunjungi.
Foto itu baru saja dipasang satu bulan sebelum
Rasyad, sang anak masuk rumah sakit. Foto itu
dilemparkan, kacanya pecah berserakan, sebagian mengenai wajah sang suami. Tak
sengaja, tiba-tiba si isteri
melihat di balik foto itu ada tulisan anaknya yang berbunyi, " Abi-Umi, semoga kita bertiga senantiasa menyatu sampai
di akhirat kelak."
Suami istri ini akhirnya terdiam, lama saling
memandang, akhirnya terlarut dalam tangisan jiwa yang mendalam.
Merekapun saling mendekat, kemudian saling
merangkul. Suaminya berbisik, "Kita tidak boleh berpisah. Kita harus
bersatu selalu, dengan anak kita, sampai ajal menjemput kelak."
Setelah mereka rujuk, ada perubahan mendasar
dalam kehidupan mereka. Perubahan yang secara tiba-tiba karena suatu peristiwa
luar biasa yang menyentuh diri sehingga menjadi landasan pacu titik balik
kehidupan. Keadaan ini dalam
psikologi disebut dengan EPIFANI.
Konsep kehidupannya yang awalnya adalah kerja, kerja dan
kerja berubah menjadi ibadah, ibadah dan kerja.
Sejak saat itu definisi hidupnya berubah dari
"having mood" menjadi "being mood".
Having mood adalah perasaan bangga karena memiliki walau
tidak bisa menikmati dan memanfaatkan. Sementara
being mood adalah merasa bangga dan bersyukur dengan apa yang dijalani
walau tak banyak yang dia miliki.
Orang yang punya 10 mobil tapi yang digunakan
hanya satu saja dan merasa nyaman dengan kepemilikan itu padahal tidak
digunakannya maka ia terjangkit penyakit "having mood".
Sementara yang tidak punya mobil, tapi
menikmati hari-harinya dengan naik taksi atau angkot, maka ia termasuk tipe
orang yang bahagia dengan "being mood".
Kita termasuk yang mana? Orang tua almarhum Rasyad ini kemudian mewakafkan beberapa rumah
dan cottage yang dimilikinya untuk menjadi madrasah dan pusat kegiatan agama
yang diberi nama RASYAD FOUNDATION (Yayasan Rasyad).
KISAH KEDUA: SEORANG ANAK
YANG BERNAMA UMAR DAN AYAHNYA…
Kisah ini “true story”..seorang anak berumur 10 tahun
namanya Umar. Dia anak pengusaha sukses yang kaya raya. Oleh ayahnya Umar
disekolahkan di Sekolah Internasional paling bergengsi.
Tentu bisa ditebak, bayarannya sangat mahal. Tapi bagi si pengusaha, tentu
bukan masalah. Karena uangnya berlimpah. Si ayah berfikir kalau anaknya harus
mendapat bekal pendidikan terbaik di semua jenjang, agar anaknya kelak menjadi
orang yang sukses mengikuti jejaknya.
Suatu
hari istrinya memberitahu kalau Sabtu depan si Ayah diundang menghadiri acara“Father’s Day” di sekolah Umar. “Waduuuh saya
sibuk Ma. Kamu aja deh yang datang..” begitu ucap si Ayah kepada isterinya. Pikir
si ayah, acara seperti itu baginya sangat nggak penting, dibanding urusan
bisnis besarnya. Tapi kali ini istrinya marah dan mengancam..sebab sudah
kesekian kalinya si ayah nggak pernah mau datang ke acara anaknya.. dia malu
karena anaknya selalu didampingi ibunya..sedang anak-anak yang lain selalu
didampingi ayahnya pada acara seperti itu. Nah karena diancam istrinya.
Akhirnya si ayah mau hadir meski agak ogah-ogahan.Father’s
day adalah acara yang dikemas khusus dimana anak2 saling unjuk
kemampuan di depan ayah2nya.. Karena ayah si Umar ogah2an maka dia memilih
duduk di kursi paling belakang..sementara para ayah yg lain (terutama yg muda2)
berebut duduk di depan agar bisa menyemangati anak2nya yg akan tampil di
panggung.
Satu-persatu
anak-anak menampilkan bakat dan kebolehannya masing-masing. Ada yang menyanyi,
menari, membaca puisi, pantomim. Ada pula yang pamerkan lukisannya dll. Semua
mendapat applause yang gegap gempita
dari ayah-ayah mereka…Tibalah giliran si Umar dipanggil gurunya untuk
menampilkan kebolehannya.
“Miss, bolehkah saya panggil pak Arief,” tanya si Umar kepada
gurunya. Pak Arief adalah guru mengaji untuk kegiatan ekstra kurikuler di
sekolah itu. “Oh boleh..” begitu jawab gurunya..dan pak Ariefpun dipanggil ke
panggung.
“Pak Arief, bolehkah bapak membuka Kitab Suci Al Qur’an Surat 78
(An-Naba’/juz 30, jumlah ayat 40 ayat)” begitu Umar minta kepada guru
ngajinya…”Tentu saja boleh nak..” jawab pak Arief.
“Tolong bapak perhatikan apakah bacaan saya ada yang salah?”
lalu si Umar mulai melantunkan QS An-Naba’ dengan hapalan, dengan irama seperti
bacaan “Syaikh Sudais” (Imam Besar Masjidil Haram).
Semua hadirin
diam terpaku mendengarkan bacaan Umar yg merdu, termasuk ayah si Umar yang
duduk di belakang. “Stop..kamu telah selesai membaca ayat 1 s/d 5 dengan
sempurna. Sekarang coba kamu baca ayat 9” kata pak Arief yang tiba-tiba
memotong bacaan Umar. Lalu Umar pun membaca ayat 9. ( نومكم سباتا$uZù=yèy_ur). ”Stop, coba sekarang baca ayat
21..lalu ayat 33..” setelah Umar membacanya, lalu kata pak Arief, “Sekarang
kamu baca ayat 40 (ayat terakhir)”. Umar pun membaca ayat ke-40 tsb sampai
selesai. “Subhanallah…kamu hafal Surat An-Naba’ dengan sempurna Nak…” kata pak
Arief sambil mengucurkan air matanya.
Para hadirin pun
tak kuasa menahan air matanya. Lalu (Ini yang penting bagi kita), pak Arief
bertanya kepada Umar, ”Kenapa kamu memilih menghafal Al-Qur’an dan
membacakannya di acara ini, Nak? Sementara teman-temanmu unjuk kebolehan yang
lain?” begitu tanya pak Arief penasaran. Lalu si Umar menjawab:
“Begini pak guru…waktu saya malas mengaji dalam mengikuti
pelajaran Bapak, Bapak menegur saya sambil menyampaikan sabda Rasulullah Shollallahu ‘Alaihiwasallam:”Siapa yang membaca Al Qur’an, mempelajarinya, dan
mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya
seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaiakan dua jubah
(kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, “Mengapa
kami dipakaikan jubah ini?” Dijawab,”Karena kalian berdua memerintahkan anak
kalian untuk mempelajari Al Qur’an.” (H.R. Al-Hakim)”.
“Pak Guru, saya ingin
mempersembahkan “Jubah Kemuliaan” kepada ibu dan ayah saya di hadapan Allah di
akhirat kelak, sebagai seorang anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya.”
Mendengan
Umar menjawab seperti itu, semua orang terkesima dan tidak bisa membendung air
matanya mendengar ucapan anak berumur 10 tahun tsb… Di tengah suasana hening tersebut. Tiba-tiba terdengar teriakan “Allahu Akbar..!!” dari seseorang
yang lari dari belakang menuju ke panggung. Ternyata dia adalah ayah si
Umar..yg dengan tergopoh-gopoh langsung maju ke panggung dan memeluk sang anak,
bersimpuh sambil memeluk anaknya.
”Ampuun, Nak.. maafkan ayah yang
selama ini tidak pernah memperhatikanmu. Tidak pernah mendidikmu dengan ilmu
agama. Apalagi mengajarimu mengaji…” ucap sang ayah sambil menangis di kaki
anaknya. “Ayah menginginkan agar kamu sukses di dunia, Nak. Ternyata kamu malah
memikirkan “kemuliaan ayah” di akhirat kelak. Ayah malu Nak” ujar sang ayah
sambil nangis tersedu-sedu. Subhanallah…
No comments:
Post a Comment
Saran anda sangat membantu demi perbaikan blog ini. Terima Kasih.