Friday, September 25, 2015

Ajarkan Anak al-Qur'an



 Berikut ini adalah kisan inspiratif yang disampaikan oleh Drs. H. Amri Siregar, M.Ag pada Khutbah Idul Adha di Pendopoan Griya Bumi Serasan Sekate Kab. Musi Banyuasin, Kamis 24 September 2015, semoga bermanfaat:
Yang pertama adalah: KISAH (NYATA) DIBALIK RASYAD FOUNDATION KUWAIT.
ANAK kecil ini hebat, namanya Rasyad asal Kuwait, usia 7 tahun, putera tunggal milyuner Kuwait. Saat itu ia terbaring di rumah sakit, 23 hari diopname tanpa ditemani Abi-Uminya yang kebetulan sibuk dengan pekerjaannya.
Hari ke-23, Abi-Uminya datang menjenguk dan meminta maaf karena tidak sempat mendampinginya. Abi-Uminya menghiburnya sambil berkata, " Abi-Umi sibuk untuk mempersiapkan masa depanmu sayang."
Abi-Uminya menunjukkan foto-foto proyek dan rumah yang tengah dibangunnya untuk dirinya kelak, disamping rumah yang tengah di tempatinya sekarang.
Anak ini tersenyum dan bertanya, "Siapa yang bisa menjamin hari esok saya masih hidup, Abi-Umi ku..? Siapa yang menjamin semua yang Abi-Umi miliki saat ini adalah untukku..?
Dan apa manfaat semua yang Abi-Umi miliki tapi tak ditempati..?"
Anak yang baru sekolah di kelas Madrasah lbtida'iyah ini pun akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan senyuman yang betul-betul "memukul" hati orang tuanya.
 Apa yang terjadi pada orang tuanya selepas wafatnya ananda tercintanya merupakan kisah yang tak kalah mengharukan. Setelah anak kecil itu dikuburkan, rumah tangga menjadi senyap, sesekali terdengar isak tangis, tangis kesedihan bercampur penyesalan. Kesedihan mendalam memang seringkali ditandai dengan diam, walau tidak jarang juga ditandai dengan teriakan umpatan kesedihan atau jeritan duka.
Hari-hari berlalu dengan evaluasi kehidupan pasangan ini. Sayangnya, evaluasi yang dilakukan bukan didasarkan pada kedewasaan pikir dan ke-matangan emosi.
Pertengkaran sering terjadi, dan semakin memuncak, si suami menjatuhkan talak satu kepada isterinya. Lalu si istri menjerit dan membanting semua yang ada di sekitarnya, termasuk foto keluarga yang ada di sampingnya.
Foto itu adalah foto dirinya, suaminya dan anaknya yang sedang tersenyum di suatu taman yang pernah mereka kunjungi.
Foto itu baru saja dipasang satu bulan sebelum Rasyad, sang anak masuk rumah sakit. Foto itu dilemparkan, kacanya pecah berserakan, sebagian mengenai wajah sang suami. Tak sengaja, tiba-tiba si isteri melihat di balik foto itu ada tulisan anaknya yang berbunyi, " Abi-Umi, semoga kita bertiga senantiasa menyatu sampai di akhirat kelak."
Suami istri ini akhirnya terdiam, lama saling memandang, akhirnya terlarut dalam tangisan jiwa yang mendalam.
Merekapun saling mendekat, kemudian saling merangkul. Suaminya berbisik, "Kita tidak boleh berpisah. Kita harus bersatu selalu, dengan anak kita, sampai ajal menjemput kelak."
Setelah mereka rujuk, ada perubahan mendasar dalam kehidupan mereka. Perubahan yang secara tiba-tiba karena suatu peristiwa luar biasa yang menyentuh diri sehingga menjadi landasan pacu titik balik kehidupan. Keadaan ini dalam psikologi disebut dengan EPIFANI.
Konsep kehidupannya yang awalnya adalah kerja, kerja dan kerja berubah menjadi ibadah, ibadah dan kerja.
Sejak saat itu definisi hidupnya berubah dari "having mood" menjadi "being mood".
Having mood adalah perasaan bangga karena memiliki walau tidak bisa menikmati dan memanfaatkan. Sementara being mood adalah merasa bangga dan bersyukur dengan apa yang dijalani walau tak banyak yang dia miliki.
Orang yang punya 10 mobil tapi yang digunakan hanya satu saja dan merasa nyaman dengan kepemilikan itu padahal tidak digunakannya maka ia terjangkit penyakit "having mood".
Sementara yang tidak punya mobil, tapi menikmati hari-harinya dengan naik taksi atau angkot, maka ia termasuk tipe orang yang bahagia dengan "being mood".
Kita termasuk yang mana? Orang tua almarhum Rasyad ini kemudian mewakafkan beberapa rumah dan cottage yang dimilikinya untuk menjadi madrasah dan pusat kegiatan agama yang diberi nama RASYAD FOUNDATION (Yayasan Rasyad).

KISAH KEDUA: SEORANG ANAK YANG BERNAMA UMAR DAN AYAHNYA

Kisah ini “true story”..seorang anak berumur 10 tahun namanya Umar. Dia anak pengusaha sukses yang kaya raya. Oleh ayahnya Umar disekolahkan di Sekolah Internasional paling bergengsi. Tentu bisa ditebak, bayarannya sangat mahal. Tapi bagi si pengusaha, tentu bukan masalah. Karena uangnya berlimpah. Si ayah berfikir kalau anaknya harus mendapat bekal pendidikan terbaik di semua jenjang, agar anaknya kelak menjadi orang yang sukses mengikuti jejaknya.
            Suatu hari istrinya memberitahu kalau Sabtu depan si Ayah diundang menghadiri acara“Father’s Day” di sekolah Umar. “Waduuuh saya sibuk Ma. Kamu aja deh yang datang..” begitu ucap si Ayah kepada isterinya. Pikir si ayah, acara seperti itu baginya sangat nggak penting, dibanding urusan bisnis besarnya. Tapi kali ini istrinya marah dan mengancam..sebab sudah kesekian kalinya si ayah nggak pernah mau datang ke acara anaknya.. dia malu karena anaknya selalu didampingi ibunya..sedang anak-anak yang lain selalu didampingi ayahnya pada acara seperti itu. Nah karena diancam istrinya. Akhirnya si ayah mau hadir meski agak ogah-ogahan.Father’s day adalah acara yang dikemas khusus dimana anak2 saling unjuk kemampuan di depan ayah2nya.. Karena ayah si Umar ogah2an maka dia memilih duduk di kursi paling belakang..sementara para ayah yg lain (terutama yg muda2) berebut duduk di depan agar bisa menyemangati anak2nya yg akan tampil di panggung.
            Satu-persatu anak-anak menampilkan bakat dan kebolehannya masing-masing. Ada yang menyanyi, menari, membaca puisi, pantomim. Ada pula yang pamerkan lukisannya dll. Semua mendapat applause yang gegap gempita dari ayah-ayah mereka…Tibalah giliran si Umar dipanggil gurunya untuk menampilkan kebolehannya.
“Miss, bolehkah saya panggil pak Arief,” tanya si Umar kepada gurunya. Pak Arief adalah guru mengaji untuk kegiatan ekstra kurikuler di sekolah itu. “Oh boleh..” begitu jawab gurunya..dan pak Ariefpun dipanggil ke panggung.
“Pak Arief, bolehkah bapak membuka Kitab Suci Al Qur’an Surat 78 (An-Naba’/juz 30, jumlah ayat 40 ayat)” begitu Umar minta kepada guru ngajinya…”Tentu saja boleh nak..” jawab pak Arief.
“Tolong bapak perhatikan apakah bacaan saya ada yang salah?” lalu si Umar mulai melantunkan QS An-Naba’ dengan hapalan, dengan irama seperti bacaan “Syaikh Sudais” (Imam Besar Masjidil Haram).
            Semua hadirin diam terpaku mendengarkan bacaan Umar yg merdu, termasuk ayah si Umar yang duduk di belakang. “Stop..kamu telah selesai membaca ayat 1 s/d 5 dengan sempurna. Sekarang coba kamu baca ayat 9” kata pak Arief yang tiba-tiba memotong bacaan Umar. Lalu Umar pun membaca ayat 9. ( نومكم سباتا$uZù=yèy_ur). ”Stop, coba sekarang baca ayat 21..lalu ayat 33..” setelah Umar membacanya, lalu kata pak Arief, “Sekarang kamu baca ayat 40 (ayat terakhir)”. Umar pun membaca ayat ke-40 tsb sampai selesai. “Subhanallah…kamu hafal Surat An-Naba’ dengan sempurna Nak…” kata pak Arief sambil mengucurkan air matanya.
            Para hadirin pun tak kuasa menahan air matanya. Lalu (Ini yang penting bagi kita), pak Arief bertanya kepada Umar, ”Kenapa kamu memilih menghafal Al-Qur’an dan membacakannya di acara ini, Nak? Sementara teman-temanmu unjuk kebolehan yang lain?” begitu tanya pak Arief penasaran. Lalu si Umar menjawab:
“Begini pak guru…waktu saya malas mengaji dalam mengikuti pelajaran Bapak, Bapak menegur saya sambil menyampaikan sabda Rasulullah Shollallahu ‘Alaihiwasallam:”Siapa yang membaca Al Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaiakan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, “Mengapa kami dipakaikan jubah ini?” Dijawab,”Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Qur’an.” (H.R. Al-Hakim)”.
“Pak Guru, saya ingin mempersembahkan “Jubah Kemuliaan” kepada ibu dan ayah saya di hadapan Allah di akhirat kelak, sebagai seorang anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya.”
            Mendengan Umar menjawab seperti itu, semua orang terkesima dan tidak bisa membendung air matanya mendengar ucapan anak berumur 10 tahun tsb… Di tengah suasana hening tersebut. Tiba-tiba terdengar teriakan “Allahu Akbar..!!” dari seseorang yang lari dari belakang menuju ke panggung. Ternyata dia adalah ayah si Umar..yg dengan tergopoh-gopoh langsung maju ke panggung dan memeluk sang anak, bersimpuh sambil memeluk anaknya.
”Ampuun, Nak.. maafkan ayah yang selama ini tidak pernah memperhatikanmu. Tidak pernah mendidikmu dengan ilmu agama. Apalagi mengajarimu mengaji…” ucap sang ayah sambil menangis di kaki anaknya. “Ayah menginginkan agar kamu sukses di dunia, Nak. Ternyata kamu malah memikirkan “kemuliaan ayah” di akhirat kelak. Ayah malu Nak” ujar sang ayah sambil nangis tersedu-sedu. Subhanallah…

No comments:

Post a Comment

Saran anda sangat membantu demi perbaikan blog ini. Terima Kasih.